Memperjuangkan
tegaknya kebenaran dan lestarinya kalimah La Ilaha Illallah, memang tidak
sedikit rintangan dan kendalanya, tapi kita harus yakin bahwa “kemenangan ‘
pasti akan dianugerahkan kepada kita. Asal kita tetap konsisten atas dukungan keyakinan
yang berkualitas tinggi.
Sejarah telah mencatat, dengan
kalimat la ilaha illallah sebagai titik tolak, senjata dan benteng
pertahanan, nabi-nabi, rasul-rasul dan para pengemban misi al haq telah meraih
keberhasilan luar biasa dari kurun ke kurun. Dan menegakkan panji-panji
kemengangan di relung-relung kalbu manusia.
Kendatipun perjalanan menuju
kemenangan itu harus ditandai dengan bilur-bilur penderitaan dan pengorbanan
yang tiada terperi dalam bentuk yang sangat bervariasi.
Nabi Nuh harus
bersabar mengarungi samudera perjuangan yang diwarnai cai-maki, olokan dan
teror mental lainnya selama sembilan setengah abad.
Nabi Ibrahim, dituntuk memiliki
mental baja mengahadapi Namruz. Juga tidak sepi dari caci maki dan berbagai
teror mental. Terakhir tidak boleh tidak, Ibrahim harus menjalani eksekusi raja
Namruz, diterjunkan ke tengah-tengah lautan api.
Nabi Luth. Begitu berat beban
tanggung jawab kerasulan yang dipikulnya. Sementara umatnya terlibat dalam
perbuatan mesum: homo seksual. Kepalanya pusing dan nafasnya terasa sesak;
segala macam cara telah ditempuh untuk menghentikan perbuatan yang mengundang
laknat Allah itu, taou tak kunjung berhasil. Lebih fatal lafi karena ternyata
sang istri main selingkuh di balik layar dan memberi angin kepada umatnya untuk
menggalakkan pelanggaran itu.
Nabi Yusuf. Manusia termolek di
dunia ini harus tabah mendekam dalam penjara bertahun-tahun oleh raja yang
tengah berkuasa. Ulah sang first lady yang oleh karena tidak berhasil
mempengaruhi yusuf untuk melampiaskan nafsu birahinya, lalu ia membalik
keadaan; menuduh yusuf ingin merusak kehormatannya.
Nabi Musa. Menjadi
buronan untuk dihabisi nyawanya. Karena Fir’aun penguasa yang hiper sombong
itu telah mulai melihat pada diri Musa adanya gejala yang tidak menolong. Terakhir
dikejar dan dikepung hingga terpepet ke tepi pantai yang secara pandangan
lahiriah, Musa bersama pengikutnya sudah harus terkubur semua.
Nabi Sulaiman. Lain lagi
tantangan yang dihadapinya. Dia harus mampu mengendalikan diri di atas limpahan
harta dan kekuasaan. Mampukah dia bersyukur dengan karunia itu? Atau lupa
daratan? Inilah perjuangan berat yang dihadapinya setiap saat.
Demikian halnya dengan nabi-nabi
yang lain sampai kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Ternyata memperjuangkan landing-nya kalimat laa ilaha illallah ini
di atas pelataran kehidupan manusia tidaklah mulus. Namun satu hal yang pasti
bahwa kemenangan terakhir selalu jatuh di tangan penegak misi al-haq.
Semua kubu pertahanan tirani dan pilar-pilar kebatilan runtuh satu demi satu
digebrak oleh kebenaran yang dibawa pejuang -pejuang Allah subhanahu wa
ta’ala itu.
Kemenangan Nabi Nuh ditandai
dengan datangnya banjir besar yang menyebabkan penantang-penantangnya tertelan
gelombang yang menggulung setinggi gunung.
Nabi Ibrahim mendapatkan
kemenangan justru pada saat dibakar itu. Manusia-manusia yang tadinya terpaku
dan gentar atas kekejaman Namruz, membelot kepada Ibrahim melihat kekuasaan
Allah yang terdemonstrasikan di depan mata mereka. Mulai saat itu raja yang dhalim
itu tidak bisa lagi berbuat apa-apa.
Nabi Luth, mendapatkan
kemenangannya berupa pertolongan Allah dengan gempa dahsyat yang membalik
negeri tempat berpijak kaum durhaka itu, justru pada saat Sang Rasul itu sudah
kehabisan akal dan cara.Nabi Yusuf, memperoleh kemenangan besarnya setelah
meringkuk bertahun -tahun dalam penjara dan diisolasi oleh penguasa dengan
beralihnya kekuasaan dan palu kepemimpinan ke tangannya.
Nabi Musa menyaksikan di depan
matanya bagaimana Fir’aun tenggelam bersama pendukung-pendukungnya di laut
merah saat mengejar musa dan pengikut-pengikutnya karena nafsunya yang ingin
menghabisi riwayatnya.
Demikianlah halnya Nabi kita
Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersama sahabat-sahabatnya. Sulit
sekali diterima oleh akal kalau kemenangan dalam bentuk peralihan kekuasaan
dapat dicapai, mengingat kondisi Nabi di kala memulai langkah perjuangannya.
Tapi kenyataan berkata bahwa kemenangan memang betul-betul dapat diraih dan
diraup.
Nabi Sulaiman menaikkan bendera
kemenangan mengemban risalahnya karena berhasil lolos dari godaan harta yang
menyebabkan banyak orang terjerembab.
Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wassalam memerlukan waktu 13 tahun di Makkah untuk memantapkan
kalimat Laa ilaha Illallah hingga merasuk ke relung kalbu; mendominasi
denyutan jantung dan aliran darah serta dengusan napas. Barulah setelah itu
Nabi berani berhijrah untuk memulai suatu era baru dalam perjuangan.
Dan kita harus syukuri bahwa
kemenangan yang dijanjikan ituu pelan-pelan diberikan kendatipun bentuknya tidak
persis seperti yang diperoleh pejuang-pejuang yang menhadului kita karena
bentuk kemenangan itu sangat bervariasi sebagaimana variasinya bentuk
pengorbanan yang diberikan.
Di pondok pesantren
Hidayatullah, kami mencoba sekuat kemampuan untuk me-landing-kan kalimat
Laa ilaha Illallah ini di hati warga, lalu dengan segala susah payah
kami mencoba mengaplikasikan dalan kehidupan keseharian mereka. Alhamdulillah,
rasanya kufur nikmat kalau tidak mensyukuri hasilnya.
Kami telah mulai merasakan
betapa indah sebenarnya Islam ini dibalik kesulitan demi kesulitan yang
menyertainya. pelan-pelan sudah mulai dapat dibuktikan bahwa janji-janji Allah Subhanahu wa ta’ala itu memang
bukan sekedar panji; bukan sekedar statemen tanpa makna.
Kami sudah memiliki keberanian
menyatakan bahwa: nyatakan tiada Tuhan selain Allah, pasti menang. Karena
bukti-bukti telah dapat kita tunjukkan, kendatipun belum seberapa.